Musik

Selasa, 26 Juni 2012

MENGENAL LEBIH DEKAT TENTANG MUSIK BAROK


Oleh: Tono Rachmad P.H.
(Diambil dari tulisan penulis pada majalah musik Staccato no.103/Th. IX/ April 2011, yang direvisi kembali pada tulisan ini)   

Pengantar:
   Artikel ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan masukan dari pembaca masih diperlukan untuk perbaikan selanjutnya. Mudah-mudahan bermanfaat dalam memperkaya wawasan apresiasi musik. Terima kasih…

  1. Musik Dalam Kehidupan Masyarakat Periode Barok
Sebelum tahun 1800, musik seni Di Eropa umumnya dibuat karena pesanan dari kalangan istana para bangsawan maupun dari lingkungan gereja (terutama untuk keperluan peribadatan). Selain itu, Gedung-gedung tempat pertunjukkan opera maupun lembaga-lembaga pemerintah setempat juga membutuhkan musik. Para penikmat musik masa itu, senantiasa menantikan karya-karya musik yang baru. Mereka kurang menyukai musik yang sudah lama atau sudah ada sebelumnya (mereka menyebutnya sebagai old fashion style).

Kalangan penguasa pada masa itu, berasal dari lapisan bangsawan. Kalangan ini tidak hanya memiliki kekuasaan secara politis saja, tetapi juga  memiliki kekayaan materi serta kekuatan militer. Sebagai gambaran misalnya, kita dapat membaca dalam beberapa buku sejarah Eropa tentang keadaan di Jerman yang saat itu terbagi atas 300 wilayah pemerintahan. Para penguasa di masing-masing wilayah ini hidup dalam kemewahan.  Mereka memiliki tempat tinggal yang mewah dengan sajian musik yang istimewa. Sajian musik bagi mereka semata-mata untuk hiburan pengisi waktu luang atau sekedar hiburan guna menghilangkan kejenuhan.
Pada masa itu, sajian Musik menempati posisi tersendiri dalam kehidupan kaum bangsawan/penguasa. Di istana mereka, setidaknya terdapat satu grup orkes, satu grup paduan suara untuk kegiatan religious dan group penyanyi untuk opera. Semakin kaya bangsawan tersebut, maka semakin besar pula jumlah orang-orang yang terlibat dalam kegiatan music di istananya. Group orkes, paduan suara, ataupun group opera itu umumnya dikoordinir oleh seorang yang dianggap ahli dibidang musik. Sebagai gambaran, J.S. Bach memimpin delapan belas orang pemain orkes pada tahun 1717 dalam sebuah istana kecil di Jerman. Sementara bangsawan lain bahkan bisa memiliki pegawai music lebih dari delapan puluh orang. Di setiap istana tersebut,  para bangsawan ini memiliki direktur music yang bertugas mengarahkan para pemain musik, mencipta, dan menyiapkan karya musik. Karya-karya tersebut dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti keperluan ibadah, jamuan makan, opera maupun konserl di istana. Pekerjaan ini masih ditambah lagi dengan tanggung jawab dalam menciptakan kedisiplinan para musisi, pemeliharaan peralatan musik, dan pemeliharaan perpustakaan musik.
Pekerjaan sebagai direktur music didalam istana bangsawan tersebut, di satu sisi  merupakan pekerjaan yang menguntungkan, karena memperoleh gaji yang cukup tinggi. Disisi lain juga, setiap karya yang diciptakannya akan dimainkan. Namun demikian, mereka tetap merupakan orang-orang yang tugasnya melayani kalangan atas/aristokrat yakni para bangsawan dimana mereka bekerja.
Di lingkungan Gereja juga diperlukan sajian-sajian music. Masyarakat umum memperoleh layanan music melalui gereja-gereja, karena masa itu jarang terdapat gedung-gedung pertunjukan musik untuk masyarakat umum. Mereka juga jarang diundang untuk menikmati musik di istana para bangsawan. Di Gereja juga memiliki direktur music yang bertugas membuat karya-karya musik, dan bertanggung jawab terhadap paduan suara anak laki-laki (choir boys) gereja.
Para musisi gereja memperoleh penghasilan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang bekerja di istana para bangsawan. Untuk bertahan hidup, mereka juga mencari kayu bakar dan biji-bijian serta memperoleh penghasilan tambahan bila ada acara pernikahan atau pemakaman yang membutuhkan pelayanan dari gereja tempat mereka bekerja.
Di sejumlah kota besar, kebutuhan akan musik lebih beragam. Para musisi tidak hanya bekerja untuk gereja, prosesi pemakaman, atau acara pernikahan, tetapi juga dalam acara wisuda, pertunjukkan untuk menyambut tamu agung, atau sekedar memberi hiburan musik. Mereka dapat bermain musik dengan para mahasiswa atau pemain musik amatir lainnya di kedai-kedai kopi atau rumah-rumah tinggal.
Bagaimana seseorang bisa menjadi musisi pada era Barok? Sebagian komposer-komposer ini awalnya merupakan anak dari keluarga musisi pula, seperti J.S. Bach, Antonio Vivaldi, Henry Purcell, atau  Rameau. Mereka belajar dari orangtua atau kerabat keluarga mereka. Di kota, anak laki-laki lebih banyak memiliki kesempatan untuk magang dari para musisi, dibanding anak perempuan.  Sebagai timbal baliknya, mereka membantu untuk menyalin partitur karya yang dimiliki oleh para musisi tersebut. Di Italia kemunculan para musisi berbakat ini juga karena jasa para musisi sebelumnya. Para musisi itu banyak yang mengajar paduan suara untuk anak-anak yatim dan orang-orang miskin di panti-panti penampungan. Sebagian dari mereka kemudian ada yang berhasil dididik menjadi pemain musik atau penyanyi opera.
Untuk menjadi musisi, seseorang harus melampaui tes yang sulit. Mereka pada awalnya  diminta untuk membuat komposisi musik serta  menyajikannya dihadapan publik. Mereka dituntut untuk bisa memenuhi kebutuhan musik yang diinginkan publik berdasarkan kualitas yang tinggi. Komposer merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Barok, yang bekerja untuk Istana, gereja, kebutuhan kota, dan pertunjukan opera yang komersial.

  1. Karakter Musisi Barok Umumnya
     Para musisi Barok tidak hanya memiliki kebiasaan membuat karya berdasarkan pengamatan akan fenomena alam saja, tetapi mereka juga memiliki kreativitas berpikir, menggunakan perasaannya, serta bersikap matematis. Hal ini menyebabkan karya-karya komposer Barok terkesan melawan kodrat alam. Karya empat musim (Four Seasons) dari Antonio Vivaldi misalnya, merupakan contoh untuk hal ini. Karya ini lebih terkesan kaku, dibuat-buat, atau dilebih-lebihkan.
 Komposer Barok lebih menganggap dirinya tidak hanya sebagai musikus, tetapi juga merasa sebagai puitikus. Mereka menganggap bahwa manusia memiliki cara untuk mengatur ciptaan Tuhan. Disatu sisi, mereka memiliki pandangan bahwa manusia adalah bagian dari satu kesatuan alam semesta. Dilain sisi menyadari pula bahwa manusia memiliki eksistensi individualnya. Hal ini tampak pada karya-karya musiknya. Oleh karena itu, karya musik pada masa Barok berkesan sebagai ciptaan manusia yang lebih independen tetapi tidak terkesan adanya perasaan yang dialaminya.
   Oleh karena musik Barok yang umumnya lahir dari istana bangsawan, maka komposisinya juga terkesan lebih berkarakter feodalisme dan absolutism. Karya-karya para komposer ini umumnya diciptakan berdasarkan pesanan para bangsawan, sehingga mereka menciptakan karya-karya tersebut berdasarkan selera bangsawan tersebut. Namun demikian, ada beberapa komposer Inggris dan Perancis yang menciptakan komposisi karena keinginannya sendiri.

  1. Selintas Tentang Asal Mula Gaya Barok
      Awal mula gaya Barok ini diambil dari gaya arsitektural gereja di Italia, sekitar tahun 1658. Gaya arsitektural ini pertama kali diperkenalkan oleh Algreco dan Tintoreto. Dinding-dinding gereja banyak dihiasi lukisan-lukisan yang bertema surgawi, sementara lukisan di dinding istana-istana para bangsawan  lebih banyak bertema alam. Gaya Barok ini kemudian berkembang pertama kali di Venesia (Italia Utara) terutama untuk musik opera. Gaya Barok berakhir pada pertengahan abad 18  (sekitar tahun 1750), seiring dengan perkembangan rasionalisme dan naturalism baru di Eropa.

  1. Karakteristik Umum Musik Barok
     Masyarakat pada masa Barok banyak diberikan karya-karya musik yang indah, menyenangkan,  dan mengesankan, tetapi sekaligus berkesan simbolis dan makna yang dalam. Simbol angka 3 (tiga) misalnya, memiliki makna tritunggal. Demikian pula angka 4 (empat) misalnya, memiliki makna tentang unsur-unsur alam. Peredaran dan susunan planet-planet dalam system tata surya juga disimboliskan dalam perbandingan 4:5 untuk interval 3 (terts) mayor, 1:2 untuk interval 8 (oktaf) murni, ataupun 2:3 untuk interval 5 (kuin) murni. Tidak hanya symbol matematis saja yang digunakan dalam pengetahuan musik, tetapi juga lainnya. Musisi Barok menyimbolkan bahwa pergerakaan melodi yang turun seperti gambaran tentang surga. Sementara pergerakan melodi yang turun digambarkan sebagai neraka.
Musik Barok umumnya memiliki ulangan-ulangan yang sama serta variasi didalam detail-detailnya. Memiliki pergerakan secara siklus, hidup,  dan dinamis. Namun pada bagian lain bergerak tenang dan mengalir. Berbeda dengan gaya klasik, gaya Barok relatif  tidak memiliki titik tujuan.
     Berikut ini, beberapa yang dapat dijadikan acuan manakala kita ingin mengapresiasi musik Barok:
1). Perasaan yang menyatu  
Kebanyakan karya-karya Barok khususnya instrumental, memiliki satu kesan mood atau perasaan yang menyatu. Misalnya suatu karya musik diawali dengan rasa bahagia, maka musik tersebut juga terus berlangsung untuk membangun rasa bahagia dari awal hingga akhir. Untuk itu, komposer menggunakan irama dan pola melodi tertentu tersebut. untuk menggambarkan suatu perasaan tertentu.    
Karakteristik ini tidak berlaku untuk kebanyakan karya vocal Barok. Syair atau teks lagu umumnya menentukan perubahan mood. Perubahan mood yang drastis dapat terjadi bila syair atau teks lagunya  menggambarkan perubahan pula. Namun demikian, kebanyakan perubahan itu terjadi setelah satu gambaran perasaan dinyanyikan dalam durasi atau jangka waktu yang panjang. Contoh karya yang dapat ditemukan pada aspek ini, dapat didengar pada karya Concerto of Brandenburg dari Johann Sebastian Bach.

2). Irama dalam gaya Barok.
Pola irama yang terdapat dalam bagian awal karya musik Barok, biasanya akan digunakan dalam ulangan-ulangannya sepanjang karya. Keberlanjutan gerak irama tersebut, memungkinkan perolehan energi dan arah untuk terus bergerak maju. Jarang ditemukan karya Barok yang aliran musiknya terganggu. Perasaan ketukan (beat) pada karya-karya Barok lebih nyata dibandingkan karya-karya pada masa renaissance. Perhatikanlah bagaimana irama tetap dipertahankan sejak awal hingga akhir pada karya Canon-nya Pachebel
3). Melody dalam gaya Barok
Melodi dalam musik Barok juga menghasilkan perasaan berkelanjutan. Suatu melodi yang diperdengarkan diawal karya akan terdengar lagi secara berulang di sepanjang karya. Melalui pengolahan melodi seperti repetisi, sekuens dan ornamentasi, sebuah frase melodi pendek akan menjadi lebih panjang dan mengalir. Melodi jaman Barok memberikan impresi ekspansi dinamika dibandingkan keseimbangan dan simetri. Contoh yang baik dalam hal ini dapat kita simak pada karya Four Seasons-nya Antonio Vivaldi
4). Dinamik bertingkat dalam gaya Barok  
Sejalan dengan pengolahan irama dan melodi, dinamika pada musik Barok juga mementingkan aspek kontinuitas atau keberlanjutan terus menerus. Volume suara dipertahankan pada level tertentu untuk waktu yang agak panjang. Bila terjadi perubahan maka perubahan volume itu memasuki level yang lebih tinggi. biasanya terjadi secara langsung tidak bertahap, seperti pindah dari satu anak tangga ke anak tangga di tingkat yang lebih tinggi di atasnya. Oleh karena itu, perubahan dinamik crescendo dan dinamik decrescendo tidak lazim pada karya-karya musik Barok. Perhatikanlah first movement Spring dari Four Seasons-nya Antonio Vivaldi.

5). Tekstur dalam gaya Barok.
Karya-karya musik di akhir jaman Barok, kebanyakan memiliki tekstur poliphoni. Tekstur ini berciri dua atau lebih jalur suara yang saling berkompetisi untuk menarik perhatian pendengar. Biasanya jalur suara sopran (atas) dan bas (bawah) adalah jalur suara yang penting. Imitasi melodi pada jalur suara satu di jalur suara yang lain merupakan fenomena yang lazim pada karya-karya musik masa itu. Walaupun demikian, tidak semua musik akhir jaman Barok bertekstur poliphoni. Ada juga karya yang menggunakan kombinasi poliphoni dan homophoni, seperti pada beberapa karya George Frederick Handel atau karya-karya vocal jaman Barok. Karya-karya Johann Sebastian Bach banyak menggunakan tekstur polifoni gaya Barok.
6). Penggunaan Akor dan Basso Continuo di dalam Musik Barok.
Akor (Chord)) menjadi sesuatu yang penting di jaman Barok. Bila pada masa sebelumnya (Renaissance) keberlanjutan nada yang membentuk keindahan satu alur melodi secara horisontal lebih dipentingkan, pada jaman Barok perhatian dalam membuat melodi sudah didasari oleh keberadaan suara bas sebagai dasar dalam penyusunan melodi. Seringkali komposer menciptakan melodi yang sesuai dengan akor yang diinginkan.
Perhatian terhadap akor juga berimplikasi pada munculnya karakteristik lain yakni basso continuo. Contoh yang mudah dalam hal ini dapat kita amati pada karya Adagio dari T. Albinoni. Basso continuo atau figured bass merupakan iringan (accompaniment) yang ditulis dalam bentuk suara bas dan symbol angka yang menggambarkan nada-nada bagian suatu akor yang boleh dimainkan dalam bentuk improvisasi. Biasanya dimainkan paling tidak oleh dua instrument yakni organ atau harpsikor dan instrument yang bersuara rendah seperti celo atau basun. Dengan tangan kirinya para pemain organ memainkan suara bass demikian pula dengan pemain celo atau basun, sementara tangan kanan memainkan improvisasi akor. Dengan basso continuo ini para pemain musik tidak direpotkan dengan tulisan yang kompleks karena mereka cukup membaca symbol angka saja.
7). Syair dan musik gaya Barok.
Sebagaimana halnya komposer jaman renaissance, komposer jaman Barok juga menggunakan musik untuk menggambarkan kata-kata. Misalnya surga digambarkan dengan nada tinggi, sementara neraka dengan nada-nada yang rendah. Komposer Barok seringkali menggunakan not yang banyak dan padat untuk satu suku kata, untuk mendorong penyanyi menunjukkan virtuositas atau kehebatannya dalam teknik menyanyi. Kata-kata atau kalimat tertentu dapat diulangi beberapa kali sepanjang musiknya. Karya-karya opera Barok, dapat dijadikan contoh yang baik untuk hal ini.
8). Orkestra Barok
Pada periode Barok, orkhestra masih didominasi oleh string instrumen. Dalam standar modern, orkestra Barok terdiri dari sepuluh sampai tiga puluh atau empat puluh pemain. Inti orchestra yakni basso continuo (harpsikor dengan celo, double bass atau basun) dan upper strings ( biola satu, biola 2 dan biola alto). Penggunaan instrumen tiup kayu (woodwind), tiup logam (brass), dan perkusi, bervariasi tergantung karya dan keinginan komposernya.
9). Fuga
Fuga adalah satu komposisi poliphoni yang didasari oleh satu tema utama disebut subject. Fuga bisa dibuat untuk karya instrumen maupun karya vokal. Tekstur fuga biasanya terdiri dari tiga, empat atau lima jalur suara. Subject bisa diimitasi oleh berbagai jalur suara. Walaupun keberadaan subject di sepanjang fuga menyiratkan keberlanjutan, tetapi variasi ritmik, melodi dan perpindahan tangga nada memberikan kesan makna yang berbeda di sepanjang karya. Karya-karya J.S. Bach banyak sekali menggunakan bentuk fuga ini, dan karena itu orang sering menjuluki J.S. Bach sebagai Bapak Fuga.
Pada banyak fuga, subject pada satu jalur suara biasanya diringi oleh jalur melodi lain yang memiliki ide melodi berbeda disebut counter melodi atau kontrapung. Counter melody selalu hadir bersama-sama subject baik dalam jalur suara di bawahnya maupun di atasnya. Sesudah pembukaan saat setiap suara mendapatkan giliran menyajikan subject, komposer bebas untuk memutuskan berapa banyak subject diulangi, pada jalur suara mana, dan dalam tonalitas apa saja.
Ciri-ciri musik Barok diatas, saat ini masih banyak digunakan terutama pada gaya jazz. Penggunaan basso continuo di dalam jazz dikenal sebagai walking bass. Demikian pula dalam bentuk fuga, didalam jazz sering digunakan. Teori harmoni yang dikemukakan oleh J.S. Bach dimasa Barok, bahkan hingga sekarang masih digunakan dibidang aransemen atau penciptaan karya musik.
     Sementara karya-karya Barok, disinyalir banyak digunakan sebagai musik untuk terapi terutama dalam meningkatkan konsentrasi belajar atau bekerja yang menggunakan aktivitas berpikir. Referensi tentang hal ini, banyak kita temukan dibeberapa literatur. Apakah kita mempercayainya dan telah mencobanya? Boleh dibuktikan…Salam.

Sumber Pustaka:
  1. Sejarah Musik (Jilid 1-4), penulis: Karl-Edmund Pryer dan Dieter Mack, Penerbit: Pusat Musik Liturgi Yogyakarta, tahun 1995
  2.  Music An Appreciation, Penulis: Roger Kamien, Penerbit: MC Graw-Hill Book Company New York, tahun 1988
Music Second Edition, Penulis : Daniel T Politoske, Penerbit :PrenticeHall, London Tahun 1979

Tidak ada komentar:

Posting Komentar